Keutamaan Malam Nisfu Syaba'ban dan Amalan yang Dianjurkan Menurut Al-Quran dan As-Sunnah
![]() |
(Keutamaan malam Nisfu Syaba'ban dan Amalan yang dianjurkan menurut Al-Quran dan As-Sunnah. Foto: Pexel.com) |
The
Jakarta Pride - Malam Nisfu Sya'ban (malam ke-15 bulan Sya'ban) dianggap oleh
sebagian kalangan memiliki keistimewaan tertentu, dan beberapa amalan khusus
dikhususkan untuk malam tersebut. Keutamaan bulan Sya'ban sendiri diakui
sebagai bulan mulia, terletak di antara bulan Rajab dan bulan suci Ramadhan.
Dalam hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam disebutkan memiliki
semangat puasa yang tinggi di bulan Sya'ban.
Hadits tersebut berasal dari Usamah bin Zaid. Ia pernah menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia tidak pernah melihat beliau melakukan puasa yang lebih semangat daripada puasa Sya’ban. Kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Bulan Sya’ban –bulan antara Rajab dan Ramadhan- adalah bulan di saat manusia lalai. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An-Nasa’i no. 2359. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadist ini hasan).
Keistimewaan
malam Nisfu Sya'ban didasarkan pada hadits yang menyatakan bahwa Allah
mengampuni seluruh makhluk-Nya pada malam tersebut, kecuali bagi mereka yang
musyrik atau bermusuhan. Namun, perlu dicatat bahwa ada kontroversi terkait
status keabsahan hadits-hadits ini.
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Allah
mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun mengampuni
seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Al-Mundziri dalam At-Targhib setelah menyebutkan hadits ini, beliau mengatakan:
“Dikeluarkan
oleh At-Thobroni dalam Al Awsath dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dan juga
oleh Al-Baihaqi. Ibnu Majah pun mengeluarkan hadits dengan lafazh yang sama
dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi mengeluarkan yang
semisal dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang tidak
mengapa.”
Demikian
perkataan Al Mundziri. Penulis Tuhfatul Ahwadzi lantas mengatakan, “Pada sanad
hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah terdapat Lahi’ah
dan ia adalah perawi yang dinilai dha’if.”
Adapun
amalan-amalan di malam Nisfu Sya'ban, beberapa ulama menganjurkan untuk
melakukan shalat sunnah atau ibadah lainnya secara pribadi. Namun, tidak ada
dalil yang jelas dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau para sahabatnya
yang menganjurkan amalan khusus di malam Nisfu Sya'ban. Shalat malam di malam Nisfu Sya'ban
dapat dilakukan sendiri tanpa perlu kumpul-kumpul atau melakukan amalan
tertentu.
Menyadari
perbedaan pandangan di antara dua ulama terkenal, Ibnu Rajab dan Ibnu Taimiyah,
terkait dengan shalat malam Nisfu Sya'ban, dapat ditemukan pernyataan Ibnu
Rajab bahwa tidak ada dalil yang jelas dari Nabi dan para sahabat mengenai
pelaksanaan shalat malam Nisfu Sya'ban. Beliau menegaskan bahwa meskipun ada
riwayat dari sekelompok tabi'in yang menghidupkan malam Nisfu Sya'ban dengan
shalat, namun hal tersebut tidak didukung oleh dalil yang kuat dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam atau para sahabatnya.
Sementara
itu, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa melakukan shalat pada malam Nisfu Sya'ban,
baik secara individu maupun berjamaah seperti yang dilakukan oleh sebagian
salaf, merupakan suatu perbuatan yang baik. Namun, beliau memberikan peringatan
untuk menghindari amalan bid'ah, seperti berkumpul-kumpul di masjid dengan
jumlah tertentu untuk melaksanakan shalat, seperti contohnya shalat 1000
raka'at atau membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 1000 kali. Ibnu Taimiyah
menekankan bahwa hal tersebut termasuk dalam kategori bid'ah yang tidak
dianjurkan oleh para ulama. (Majmu’ Al-Fatawa, 23: 132)
Ibnu
Taimiyah juga mengakui adanya beberapa hadits, atsar, dan nukilan dari beberapa
ulama salaf yang menyebutkan tentang keutamaan malam Nisfu Sya'ban, serta
praktek beberapa ulama salaf yang melaksanakan shalat pada malam tersebut.
Beliau menegaskan bahwa melaksanakan shalat pada malam Nisfu Sya'ban secara
individu, seperti yang dilakukan oleh beberapa ulama salaf, dapat dijadikan
contoh dan tidak perlu diingkari. (Majmu’ Al-Fatawa, 23: 132)
Dengan
demikian, perbedaan pandangan ini menyoroti pentingnya memahami batasan dalam
melaksanakan ibadah, menjauhi amalan bid'ah, dan menghargai keragaman pendapat
di dalam Islam.
Lebih
disarankan untuk memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya'ban sebagai amalan yang
dianjurkan. 'Aisyah radhiyallahu 'anha mencatat bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya'ban, bahkan lebih dari
bulan-bulan lainnya, kecuali bulan Ramadhan.
Dalam
kesimpulan, meskipun ada perbedaan pendapat di antara ulama mengenai keutamaan
malam Nisfu Sya'ban dan amalan-amalannya, meraih kebaikan dengan memperbanyak
puasa sunnah di bulan Sya'ban merupakan tindakan yang dianjurkan berdasarkan
hadits yang sahih.
Post a Comment