Sandiaga Uno Sebut Perizinan Jadi Alasan Coldplay Hanya Konser Sehari di Jakarta
The
Jakarta Pride - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno,
mengungkapkan bahwa perizinan menjadi kendala utama bagi Coldplay untuk hanya
menggelar satu hari konser di Jakarta, sementara di negara tetangga konser
mereka berlangsung berhari-hari.
"Salah
satu pertimbangan mengapa Coldplay hanya memilih satu hari di sini dan lebih
dari satu hari di negara lain adalah karena faktor perizinan," kata
Sandiaga di Kawasan Istana Kepresidenan Jakarta, pada Selasa (1/8).
"Kemudahan,
waktu, dan biaya perizinan merupakan beberapa pertimbangan utama,"
tambahnya.
Coldplay
sebelumnya telah mengkonfirmasi bahwa konser Music of the Spheres World Tour
mereka di Jakarta hanya akan berlangsung selama satu hari, pada tanggal 15
November 2023.
Sementara
itu, untuk rangkaian tur yang sama, Coldplay menggelar enam hari konser di
Singapura pada Januari 2024, serta dua hari di Manila, Filipina, dan Bangkok,
Thailand.
Menariknya,
Jakarta menjadi kota dengan jumlah pendengar Coldplay bulanan terbanyak di
dunia dalam layanan streaming Spotify, dengan jumlah mencapai 1,6 juta
pendengar per bulan, pada Rabu (2/8).
Sandiaga
menyatakan bahwa para penyelenggara kegiatan "events organizer"
mengeluhkan masalah perizinan, karena izin seringkali baru keluar beberapa jam
sebelum acara dilaksanakan, sehingga menimbulkan ketidakpastian.
Menghadapi
permasalahan tersebut, Sandiaga mengumumkan bahwa pemerintah berencana untuk
mengubah sistem perizinan secara digital mulai bulan September, sebagai proyek
pilot. Harapannya, langkah ini dapat mempermudah perizinan acara di Indonesia.
Dengan
digitalisasi perizinan acara, Sandiaga mengungkapkan bahwa prosesnya akan
menjadi lebih efisien, dengan izin acara level nasional dapat dikeluarkan 14
hari sebelum acara digelar, sementara acara level internasional membutuhkan
waktu 21 hari.
Sandiaga
berkeyakinan bahwa langkah ini dapat menambah nilai ekonomi hingga Rp17 triliun
dari penyelenggaraan sekitar 3.000 acara di Indonesia setiap tahunnya.
Pendapat
senada juga diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia, Dino
Hamid, yang menyatakan bahwa Indonesia memang membutuhkan digitalisasi
perizinan acara.
"Konteks
perizinan acara di Indonesia harus segera diperbaharui dengan sistem satu pintu
dan digitalisasi, agar kami memiliki fixed time line dan fixed cost," kata
Dino, pada Rabu (2/8).
Dia
juga menegaskan bahwa masalah perizinan tidak hanya berlaku untuk musisi
internasional seperti Coldplay, tetapi juga menjadi hambatan bagi perkembangan
industri acara, pertunjukan, dan festival di Indonesia.
Selain
itu, Yosia Revie Pongoh, akademisi manajemen pertunjukan musik dari Universitas
Pelita Harapan (UPH), juga pernah menyuarakan perlunya penyederhanaan birokrasi
terkait perizinan acara untuk menarik minat musisi asing berskala besar seperti
Coldplay dan Taylor Swift untuk tampil di Indonesia.
"Sudah
seharusnya ada koordinasi antarlembaga atau instansi yang terkait dengan
regulasi artis asing untuk mengeluarkan aturan yang jelas," kata Revie
pada Juni 2023.
"Kemudahan
perizinan juga menjadi salah satu penilaian bagi manajemen artis asing ketika
melakukan riset awal mengenai negara tujuan," tambahnya.
Post a Comment